Parents Factor

Filed under by amii58 on 15.56


            Ini cerita temen gue. Sebut aja Nona X. Jadi gini, dia punya pacar dan udah hampir 2 tahun berjalan. Mereka udah saling  tahu gimana luar-dalemnya termasuk soal keluarganya masing-masing. Lalu mereka tiba-tiba putus dikarenakan alasan ketidakcocokan. Tanpa diketahui pihak keluarga masing-masing. Nah, pada suatu hari Nona X bertemu dengan lelaki lain, sebut saja Tuan Y. Tuan Y adalah lelaki yang baru dikenalnya kurang lebih 2 bulan. Selama itu pula Tuan Y melancarkan aksi PDKT-nya secara intens. Nona X merasa nyaman dekat dengan Tuan Y ini, sehingga pada akhirnya mereka pun jadian.
            Minggu pertama hubungan mereka lancar bak jalan tol. Gak ada gangguan, halangan, hambatan. Mereka memamerkan kebahagiaannya pada semua orang, dan gue jadi korbannya *nangisngiri*. Ya pokoknya dunia serasa milik berdua dan yang lain ngontrak deh. Euphoria minggu pertama, maklum.
            Minggu kedua, ketegangan mulai muncul. Nona X teringat kembali dengan sang mantan. Entah kenapa karena hal itu terjadi tiba-tiba. Ikatan bathin mungkin ya? Nostalgia kenangan saat bersama sang mantan ini pun diketahui oleh Tuan Y. Dan Tuan Y gak emosi *walaupun hati kecilnya iya*. Dengan alasan cinta, Tuan Y tidak memusingkan masalah nostalgia ini. Dan sikap Tuan Y ini membuat Nona X malu sehingga dia memutuskan untuk melupakan masa lalunya dan mencoba menjalani masa depannya dengan Tuan Y.
            Minggu ketiga, ketegangan lain datang. Dan itu adalah faktor keluarga. Jadi gini, suatu hari Nona X minta diantar Tuan Y buat pulang kerumahnya. Sesampainya dirumah, Nona X dimarahi oleh Ibu.
            “Ngapain pulang sama Y? Mana Z?” Tanya ibunya *Tuan Z=sang mantan*
            Nona X diem.
            “Putus ya?” timpal ibunya.
            Nona X tambah diem.
            “Kenapa putus? Pokoknya ibu gak mau tahu kamu harus balikan lagi sama Z.”tuntutnya.
            Nona X menangis sejadinya.
            Saat Nona X ini menangis, dia nelpon gue, cerita segala kejadiannya dari awal ampe akhir. Dan gue sesaat cuma diem, bingung mau komentar apa. Yang keluar dari mulut gue cuma “Sabar ya X” atau “Udah lo nangis aja puasin dulu biar lega”. Lalu akhirnya Nona X memutuskan telpon dan melanjutkankan kegalauannya.
            Gue lalu berpikir. Restu orangtua. Bukankah mereka masih pacaran? Pacaran kan sama halnya kayak berteman. Bukankah Nona X juga masih kuliah? Kayak mau nikah besok aja pake setuju-gak setuju. Dan gue berpendapat bahwa sikap Ibu nya X itu sedikit berlebihan. Apalagi mengingat bahwa Ibunya X ini orangnya cuek, gak pernah bahas soal pacaran, katanya.
            Orangtua memang sangat penting dan mereka adalah prioritas di hidup kita. Keinginan orangtua adalah ingin anaknya bahagia. Dan ucapan orangtua jarang salah. Tetapi menurut gue, kita pun berhak untuk menentukan kemana jatuhnya pilihan kita. Termasuk soal pacaran ini. This is our way! We are The Driver. Kita yang pegang kendali atas jalannya kehidupan kita sepenuhnya. Dan sekali lagi menurut gue, orangtua gak bisa memaksakan keinginannya. Kebahagiaan dan kesedihan kan kita yang menjalani. Kalau pilihan orangtua kita salah, dan berujung pada kesedihan, orangtua emang tau rasanya persis kayak gimana? Engga kan? Cuma kita yang jelas-jelas akan merasakan kebahagiaan dan kesedihan itu.
            Tapi, balik lagi ke prinsip awal bahwa orangtua itu prioritas. Selama kita belum berkeluarga sendiri, kita masih harus mengikuti orangtua.  Kalo gak sependapat? Ngomong! Kasih pengertian sama mereka bahwa apa yang kita mau itu begini, begini, begini. As I said, orangtua itu cuma ingin anaknya bahagia. Jadi ya semaksa-maksanya orangtua kalo itu bikin anaknya gak seneng mau gimana lagi, mereka gak bisa terus push.
            Pas gue kasih saran ini ke Nona X, dia akhirnya dapet restu dari Ibunya buat pacaran sama Tuan Y. *Tuhkan kata gue juga apa*. Gue selalu meyakini bahwa komunikasi yang baik akan berujung pada kerukunan dan kedamaian. Ya, seperti Nona X sekarang ini yang udah gak galau :p

Comments:

Posting Komentar